Tentang saudari kembar yang pernah berselisih pendapat. Namun kesalahfahaman itu hilang ketika salah satu di antara mereka melakukan suatu pengorbanan yang besar, dan ia dengan tulus melakukannya demi saudarinya. Dan kini tinggallah penyesalan. Semua tinggal kenangan. Semua yang telah terjadi tidak akan bisa pernah kembali lagi.
Rhea terus berlari tanpa henti. Menembus kabut malam yang pekat. Menerobos dinginnya malam yang menusuk tulang. Ia terus mengeluarkan air mata tak peduli heningnya jalan yang dilaluinya. Berbaur dengan hujan deras yang turun bersama kilat dan guntur yang saling bersahutan.
Sinar cahaya yang menyilaukan mata bergerak cepat di depan kedua bola matanya. Dalam sekejap, cahaya itu semakin dekat dan..
"Aaaaargh...!"
"Rhea... !"
Pencarian Afni tak sia-sia. Namun, pencarian itu membuahkan hasil yang jauh di luar dugaannya. Jauh lebih buruk dari persangkaannya. Rhea jatuh tersungkur ke atas tanah dengan darah segar di sekitar tubuhnya. Sepi. Hening. Malam semakin gelap. Cuaca makin tak bersahabat.
Afni jatuh bersimpuh. Pasrah. Mobil jip tak menghiraukan korban yang telah ditabraknya hingga terluka itu. Ia terus melaju tanpa perasaan bersalah. Meninggalkan dua gadis di bawah lebatnya hujan.
Sinar cahaya yang menyilaukan mata bergerak cepat di depan kedua bola matanya. Dalam sekejap, cahaya itu semakin dekat dan..
"Aaaaargh...!"
"Rhea... !"
Pencarian Afni tak sia-sia. Namun, pencarian itu membuahkan hasil yang jauh di luar dugaannya. Jauh lebih buruk dari persangkaannya. Rhea jatuh tersungkur ke atas tanah dengan darah segar di sekitar tubuhnya. Sepi. Hening. Malam semakin gelap. Cuaca makin tak bersahabat.
Afni jatuh bersimpuh. Pasrah. Mobil jip tak menghiraukan korban yang telah ditabraknya hingga terluka itu. Ia terus melaju tanpa perasaan bersalah. Meninggalkan dua gadis di bawah lebatnya hujan.
*****
Kenapa harus lahir seorang Rhea di dunia ini
Yang hanya merepotkan keluarga
Kenapa harus lahir sesosok aku si jantung lemah
Jika ada sosok Afni yang jauh lebih baik dariku
Perfect, dan tak ada duanya
Kenapa Allah menakdirkan aku mempunyai kembaran seperti dirinya
Yang hanya merepotkan keluarga
Kenapa harus lahir sesosok aku si jantung lemah
Jika ada sosok Afni yang jauh lebih baik dariku
Perfect, dan tak ada duanya
Kenapa Allah menakdirkan aku mempunyai kembaran seperti dirinya
Afni menutup diary Rhea dengan segera. Dihapusnya cepat-cepat air mata yang membasahi ke dua pipi. Ia tersadar bahwa orang tuanya yang begitu pilih kasih dan membanding-bandingkan dirinya dengan saudara kembarnya itu. Baru saja Afni mendapatkan hadiah special berupa anting-anting emas yang sangat didambakan Rhea tersebut. Hadiah itu pemberian orang tuanya karena telah mendapatkan peringkat pertama sesekolahan sewaktu UAN kemarin. Mungkin, itu salah satu faktor Rhea melarikan diri dari rumah. Afni menjadi kian merasa bersalah. Tak henti-hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri.
" Ayo, Afni.. kita ke rumah sakit sekarang. Rhea harus opname di rumah sakit. Tolong siapkan pakaian-pakaian dan barang seperlunya, ya nak", ujar papa lembut dari balik pintu kamar. Beliau rupanya baru pulang dari rumah sakit.
Afni mendengar kabar Rhea yang kian memburuk tersebut. Jantungnya sudah tidak berfungsi lagi, dan ia sangatlah membutuhkan jantung dari pendonor. Jika tidak, ia akan meninggal dunia dalam waktu yang singkat. Begitulah kalimat dokter yang teruntai sempat membuat hati Afni teriris.
Afni mendengar kabar Rhea yang kian memburuk tersebut. Jantungnya sudah tidak berfungsi lagi, dan ia sangatlah membutuhkan jantung dari pendonor. Jika tidak, ia akan meninggal dunia dalam waktu yang singkat. Begitulah kalimat dokter yang teruntai sempat membuat hati Afni teriris.
Terdengar isak tangis mama yang menyayat hati. Tentunya sangatlah susah mencari jantung dalam waktu yang singkat ini.
"Ma.. berikan saja jantungku ini, ma.. Aku ikhlas kok, sungguh", kata Afni sambil tersenyum manis. Kemudian ia melihat iba saudara kembarnya yang tergolek lemah tak berdaya.
"Anakku, jangan. Kita bisa cari orang lain yang sudah sekarat", jawab mama.
Rhea berjalan lemas ke depan teras rumah sakit. Ia berpikir keras agar dapat mengorbankan jantung hanya untuk saudara kembar tercintanya. Tentu saja kedua orang tuanya melarang untuk melakukan hal nekad itu. Tapi bagaimana lagi, ia merasa keberadaannya menjadi beban bagi saudara kembarnya sendiri. Terutama ketika ia menyadari bahwa orang tuanya lebih memilih dan mendukung dirinya ketimbang Rhea yang hingga merasa tak dibutuhkan dan diperhatikan kedua orang tuanya itu.
"Ma.. berikan saja jantungku ini, ma.. Aku ikhlas kok, sungguh", kata Afni sambil tersenyum manis. Kemudian ia melihat iba saudara kembarnya yang tergolek lemah tak berdaya.
"Anakku, jangan. Kita bisa cari orang lain yang sudah sekarat", jawab mama.
Rhea berjalan lemas ke depan teras rumah sakit. Ia berpikir keras agar dapat mengorbankan jantung hanya untuk saudara kembar tercintanya. Tentu saja kedua orang tuanya melarang untuk melakukan hal nekad itu. Tapi bagaimana lagi, ia merasa keberadaannya menjadi beban bagi saudara kembarnya sendiri. Terutama ketika ia menyadari bahwa orang tuanya lebih memilih dan mendukung dirinya ketimbang Rhea yang hingga merasa tak dibutuhkan dan diperhatikan kedua orang tuanya itu.
"Lebih baik aku mati saja. Aku hanya menjadi beban bagi Rhea. Tanpa aku, Rhea pasti menjadi lebih bahagia. Tanpa ada rasa iri, dengki, dan syirik dalam hati. Aku yakin itu!"
Dalam hitungan ketiga, sebuah pick up menabrak tubuhnya yang kecil. Ia terpelanting ke atas trotoar yang tak jauh dari tempat kejadian. Sesaat kemudian terdengar hiruk pikuk warga sekitar. Kedua orang tuanya yang akan membeli obat di apotek untuk Rhea begitu terperanjat ketika mengetahui korban tabrak lari itu adalah anaknya sendiri, Afni.
Mama yang paling histeris. Derai air mata pecah seketika.
Dalam hitungan ketiga, sebuah pick up menabrak tubuhnya yang kecil. Ia terpelanting ke atas trotoar yang tak jauh dari tempat kejadian. Sesaat kemudian terdengar hiruk pikuk warga sekitar. Kedua orang tuanya yang akan membeli obat di apotek untuk Rhea begitu terperanjat ketika mengetahui korban tabrak lari itu adalah anaknya sendiri, Afni.
Mama yang paling histeris. Derai air mata pecah seketika.
Mama.. Papa..
Maafkan aku telah berbuat sedemikian nekad tanpa izin darimu
Aku hanya ingin Rhea hidup lebih bahagia dengan jantung yang kudonorkan ini
Selama ini ternyata aku hanya menjadi beban bagi kehidupan Rhea
Aku ingin merasakan hati Rhea yang berbunga-bunga
Meski jiwaku telah pergi, tetapi raga tetaplah ada untuk kalian sekeluarga
Yakinlah itu pa, ma... Ingatlah.
Rhea...
Maafkan saudara kembarmu ini
Aku mempunyai banyak kesalahan terhadapmu
Kumohon kau mau memaafkan aku
Hanya itu yang aku inginkan darimu Rhe
Maafkan aku telah berbuat sedemikian nekad tanpa izin darimu
Aku hanya ingin Rhea hidup lebih bahagia dengan jantung yang kudonorkan ini
Selama ini ternyata aku hanya menjadi beban bagi kehidupan Rhea
Aku ingin merasakan hati Rhea yang berbunga-bunga
Meski jiwaku telah pergi, tetapi raga tetaplah ada untuk kalian sekeluarga
Yakinlah itu pa, ma... Ingatlah.
Rhea...
Maafkan saudara kembarmu ini
Aku mempunyai banyak kesalahan terhadapmu
Kumohon kau mau memaafkan aku
Hanya itu yang aku inginkan darimu Rhe
Surat kecil dari tulisan tangan terakhir Afni ; anak yang selalu ceria, tidak pendendam, cantik dan pintar. Banyak yang menyukainya, termasuk Dimas yang begitu mencintai Afni. Padahal, diam-diam Rhea sangat mencintai Dimas melebihi segalanya. Namun, Dimas tidak menerima sinyal cinta sedikitpun dari sosok Rhea yang manis, pendiam, dan pandai melukis. Ia terbiasa menghabiskan waktunya dengan melukis di atas kanvas. Koleksi lukisannya tak perlu diragukan lagi, sangatlah bagus hingga pernah meraih juara 1 melukis tingkat provinsi.
*****
Selasa, 26 April 2011
Pukul 10 pm, RS Hang Tuah
Pukul 10 pm, RS Hang Tuah
"Ma, Pa, Afni mana? Aku kangen, kenapa dari kemarin aku tidak bertemu dengannya sama sekali? Apakah dia sibuk dengan ekstrakulikuler? Kerja kelompok? Atau..", tanya Rhea lirih.
"Tidak sayang, tidak", jawab papa menyela pembicaraan Rhea.
"Lalu, Afni mana? aku kangen banget sama dia. Aku bermimpi ketemu dia di taman sambil melambaikan tangannya kepadaku. Ia begitu terlihat cantik jelita dengan gaun putih dan rambut panjangnya yang tergerai indah. Dia juga sempat memberikan aku bunga matahari, tetapi aku tak menemukan bunga itu di tanganku ketika aku terbangun dari tidur lelapku. Hanya beberapa untaian bunga itu saja yang tergeletak di sisiku ketika aku bangun tadi. Tapi aku yakin, aku telah menerima bunga matahari darinya dan sempat mendekapnya lekat-lekat hingga kucium tak henti-hentinya selepas ia pergi meninggalkanku sendiri", ungkap Rhea tanpa ekspresi mengingat mimpinya.
"Afni.. Afni ada di jantung kamu, sayang, Ia selalu ada denganmu"
"Maksudnya apa ma?"
"Afni yang telah mendonorkan jantung untukmu. Ia menabrakkan diri di tengah jalan dengan surat yang intinya ia ingin mengorbankan jantungnya untukmu. Ia sangat ingin melihat senyummu dari alamnya sana", uraian kata-kata mama sempat membuat jantung Rhea berdetak kencang. Mama tampak menahan air mata yang akhirnya menetes juga dari kedua pelipis matanya.
"Afni... Afni mengorbankan hidupnya hanya untukku?", ujar Rhea lirih. Sangat lirih hingga nyaris tak terdengar.
"Tidak sayang, tidak", jawab papa menyela pembicaraan Rhea.
"Lalu, Afni mana? aku kangen banget sama dia. Aku bermimpi ketemu dia di taman sambil melambaikan tangannya kepadaku. Ia begitu terlihat cantik jelita dengan gaun putih dan rambut panjangnya yang tergerai indah. Dia juga sempat memberikan aku bunga matahari, tetapi aku tak menemukan bunga itu di tanganku ketika aku terbangun dari tidur lelapku. Hanya beberapa untaian bunga itu saja yang tergeletak di sisiku ketika aku bangun tadi. Tapi aku yakin, aku telah menerima bunga matahari darinya dan sempat mendekapnya lekat-lekat hingga kucium tak henti-hentinya selepas ia pergi meninggalkanku sendiri", ungkap Rhea tanpa ekspresi mengingat mimpinya.
"Afni.. Afni ada di jantung kamu, sayang, Ia selalu ada denganmu"
"Maksudnya apa ma?"
"Afni yang telah mendonorkan jantung untukmu. Ia menabrakkan diri di tengah jalan dengan surat yang intinya ia ingin mengorbankan jantungnya untukmu. Ia sangat ingin melihat senyummu dari alamnya sana", uraian kata-kata mama sempat membuat jantung Rhea berdetak kencang. Mama tampak menahan air mata yang akhirnya menetes juga dari kedua pelipis matanya.
"Afni... Afni mengorbankan hidupnya hanya untukku?", ujar Rhea lirih. Sangat lirih hingga nyaris tak terdengar.
Rhea tak kuasa menahan air mata. Air mata itu telah memenuhi lensa kedua mata gadis berumur 17 tahun tersebut. Ia begitu menyesal telah berprasangka buruk terhadap saudara kembarnya sendiri. Tetes demi tetes air mata jatuh membasahi kedua pipinya. Ia mengingat semua kenangan tentang Afni, termasuk cinta yang sangat membuat hidupnya rapuh. Hubungannya pun menjadi renggang dengan saudara kembar yang begitu tulus menyayanginya itu. Tapi semua telah terlambat. Tak ada yang perlu disesali lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Ia hanya bisa mendoakan Afni yang telah kembali ke pangkuan sang Robbi.
Ya Allah.. berilah tempat terbaik bagi saudara kembarku tercinta Afni...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar